Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling
adalah “polisi sekolah”. Hal ini disebabkan karena seringkali pihak sekolah
menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah
lainnya kepada guru BK. Bahkan banyak guru BK yang diberi wewenang sebagai
eksekutor bagi siswa yang bermasalah. Sehingga banyak sekali kita temukan di
sekolah-sekolah yang menganggap guru Bk sebagai guru “killer” (yang ditakuti).
Guru (BK) itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan
diteladani.
Jika kita menganalogikan dengan dunia hukum,
konselor harus mampu berperan sebagai pengacara, yang bertindak sebagai sahabat
kepercayaan, tempat mencurahkan isi hati dan pikiran. Konselor adalah kawan
pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina
perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan
dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
Kendati demikian, konselor juga tidak bisa membela/melindungi siswa yang memang
jelas bermasalah, tetapi konselor boleh menjadi jaminan untuk penangguhan
hukuman/pe-maaf-an bagi konselinya. Yang salah tetaplah salah tetapi hukuman
boleh saja tidak diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu
sendiri.
Ada beberapa hal yang menjadi
penghambat dalam dalam Mewujudkan Hubungan dalam Konseling diantaranya:
a. Transference; mengacu
kepada perasaan apapun yang dinyatakan atau dirasakan klien (cinta, benci,
marah, ketergantungan) terhada konselor, baik berupa reaksi rasional terhadap
kepribadian konselor ataupun proyeksi terhadap tingkah laku awal dan
sikap-sikap selanjutnya konselor. Penyebab terjadinya transference adalah
konselor mampu memahami klien lebih dari klien memahami diri mereka sendiri dan
dikarenakan konselor mampu bersifat ramah dan secara emosional bersifat hangat.
Jenis transference: positif (proyeksi perasaan bersifat kasih
sayang, cinta, ketergantungan) dan negative (proyeksi rasa permusuhan dan
penyerangan). Sumber perpindahan perasaan:
ü pengalaman-pengalaman
masa lalu klien yang mengalami kegagalan dalam perkembangan yang diistilahkan
Gestal dengan situasi yang tak terselesaikan, klien membawa berbagai alat
manipulasi lingkungan, tetapi cenderung kurang memiliki dukungan dari diri
sendiri yang merupakan suatu kualitas penting untuk bertahan.
ü Klien
merasa takut akan penolakan dan ketidakpercayaan, hal ini merupakan bentuk
perlawanan, sehingga klien memanipulasi konselornya dengan memakai topeng
seolah-olah dia orang yang baik. Fungsi transference: membantu hubungan
denganmemberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan yang
menyimpang, mempromosikan atau meningkatkan rasa percaya diri klien, mebuat
klien menjadi sadar tentang pentingnya dan asal dari perasaan ini pada kehidupan
mereka di masa sekarang melalui intepretasi perasaan tersebut.
b. Countertranference;
reaksi emosional dan proyeksi dari konselor kepada klien yang sudah menjadi
makna standar dalam konseling dan psikoterapi. Sumber pemindahbalikan perasaan:
ü konselor tidak mampu menyelesaikan masalah
pribadi,
ü tekanan
situasi, proses konseling dari awal, proses dan pertemuan-pertemuan selanjutnya
banyak hal yang ditemui konselor dari klien,
ü komunikasi perasaan klien kepada konselor.
Tanda-tanda
perasaan pemindah balik: tidak memperhatikan pernyataan klien dengan jelas,
menolak kehadiran kecemasan, menjadi simpatik dan empatik berlebihan,
mengabaikan perasaan klien, tidak mampu mengidentifikasi perasaan klien,
membuka kecenderungan beragumentasi dengan klien, kepedulian yang berlebihan,
bekerja terlalu keras dan melelahkan, erasaan terpaksa dan kewajiban terhadap
klien, perasaan menilai klien baik/ tidak baik. Pengontolan/ tindakan yang
dapat dilakukan konselor dalam countertranference: supervisor, diskusi
dengan klien, perkembangan konselor, kelompok konseling/ terapi, analisis model
dan video type.
c. Resistensi; perlawanan
terhadap usaha mengubah hal yang tidak disadari menjadi hal yang disadari serta
mobilisasi fungsi-fungsi penindasan (represif) dan perlindungan (protektif)
ego. Sumber resistensi: internal (kekhawatiran pertumbuhan dan
ketidakmauan untuk mendiri), eksternal (akibat dari teknik yang digunakan
kurang tepat,
kurangnya
persiapan yang semestinya), campuran (kelelahan, penyakit, kelelahan mental,
hambatan bahas asing, psikosis. Fungsi Positif resistensi: memberikan indikasi
kemajuan wawancara secara umum dan menjadi landasan bagi perumusan diagnose dan
prognosa dan petunjuk mengenai struktur defensive klien yang menimbulkan, atau
sebagai informasi bagi konselor bahwa klien mau meneliti perasaan saat itu.
0 Response to ""Konselor" bukan "polisi" disekolah "
Posting Komentar